Sabtu, 13 Oktober 2012

Nasibmu Kini

Perawatan Indonesia: Riwayatmu Kini

Berdasarkan posting yang kami dapatkan dari website FIK Universitas Indonesia, diketahui bahwa Jurnal Keperawatan Indonesia (JKI) terbit untuk terakhir kali pada bulan Juli tahun 2008, yaitu untuk volume 12 nomor 2. Setelah itu sehingga hari ini, JKI tersebut akhirnya mati suri dan tidak dijumpai beritanya lagi.
Berikut ini adalah petikan dari redaksi yang kami kutip dari website FIK Universitas Indonesia yang menginformasikan keberadaan JKI untuk kali terakhir:
“Redaksi JKI telah menerbitkan Jurnal Keperawatan Indonesia (JKI) terbaru, yaitu volume 12 No.2, Juli 2008. Redaksi JKI berupaya meningkatkan kualitas dalam setiap penerbitannya. Tidak hanya kualitas, JKI sejak volume 12 no. 1 tahun 2008 terbit dengan peningkatan kuantitas artikel penelitian dari 6-7 naskah menjadi 10-11 naskah (40%), peningkatan jumlah halaman dari 40 halaman menjadi > 70 halaman (42,86%), serta peningkatan kualitas cetak halaman muka dan isi. Selain itu,JKI akan diterbitkan sebanyak 3 nomor setiap tahun, yaitu bulan Maret, Juli, dan November. Untuk menunjang operasionalisasi peningkatan tersebut, kami perlu memperbarui harga dan ongkos kirim JKI per eksemplar.”
Betapa miris membaca informasi diatas, ditengah bersemangatnya redaktur JKI untuk mempromosikan terbitan terbaru dari JKI tersebut, ternyata berbarengan pula dengan tidak terbitnya kembali jurnal Keperawatan yang menunjukkan eksistensi profesi Perawat sebagai sebuah profesi yang profesional. Padahal riset yang terkandung dalam jurnal Keperawatan tersebut sedikit banyak telah turut menyumbang bagi perkembangan ilmu Keperawatan di tanah air.
Kami tidak memiliki catatan secara jelas sejak kapan JKI tersebut diterbitkan, namun dari rekod yang ada bahwa FIK Universitas Indonesia telah menerbitkan setidaknya pada tahun 2003 untuk volume 7 dengan 2 edisi, dilanjutkan dengan tahun 2005 untuk volume 9  dengan edisi 1 dan 2. Kemudian pada tahun 2006 untuk volume 10 dengan edisi 1 dan 2, selanjutnya tahun 2007 untuk volume 11 dengan edisi 1 dan 2. Dan, terakhir kali terbit adalah tahun 2008 untuk volume 2 dengan edisi 1 dan 2. Selepas itu, tidak ada ditemukan lagi kabar mengenai keberadaan JKI tersebut hingga saat ini.
Lalu apakah sebenarnya kendala dari tidak terbitnya lagi JKI tersebut sehingga hari ini? Apakah karena tidak adanya petugas yang berkomitmen untuk memegang amanah tersebut? Ataukah kesulitan dana dalam penerbitan JKI tersebut? Apakah JKI tersebut selalu merugi karena sedikitnya para Perawat yang berlangganan JKI ini? Ataukah di Indonesia ini sudah tidak ada lagi Perawat yang melakukan riset atau menulis artikel tentang Keperawatan sehingga JKI kekurangan kontributor untuk penerbitan volume-volume selanjutnya? Wallahu’alam bi shawab.
Beragam pertanyaan tersebut memang sudah sewajarnya kita utarakan. Dan, hanya penerbit atau editor JKI tersebut-lah yang memiliki jawaban atas beragam pertanyaan tersebut. Semoga pihak penerbit dan editor membaca tulisan ini dan menjawab rasa ingin tahu dari kami yang kami rasakan saat ini.
Dalam pandangan kami, dengan tidak terbitnya JKI tersebut adalah sebuah kehilangan besar bagi dunia akademis dan klinikal dari profesi Keperawatan di Indonesia. Entah sampai kapan akan terbit kembali JKI tersebut, atau jurnal-jurnal lain yang membawa misi sama, yaitu untuk menyebarluaskan dunia riset dalam Keperawatan di Indonesia. Semoga tidak lama lagi…
Source: FIK Universitas Indonesia

Minggu, 29 Agustus 2010

Perawat Indonesia Menjejak Dunia

Perawat adalah sebuah profesi penting dalam dunia kesehatan. Peranannya dalam dunia kesehatan tidak terbantahkan. Sebagai profesi dengan kuantitas terbesar di Indonesia, eksistensi Perawat tidak dapat dipandang sebelah mata, begitu juga kontribusinya yang cukup signifikan dalam pembangunan kesehatan di tanah air. Terlebih lagi bahwa Perawat adalah satu-satunya profesi kesehatan yang memiliki ciri unik seperti berikut ini:

  • Bekerja selama 24 jam dalam setiap hari
  • Beraktivitas selama 7 hari dalam satu minggu
  • Bertugas selama 30 hari dalam setiap bulan
  • Mengabdi selama 365 hari dalam setiap tahun
Perawat di Indonesia saat ini bekerja diberbagai fasilitas kesehatan, mulai dari Perawat pelaksana dan Perawat manager di rumah sakit maupun klinik, Perawat pendidik dan peneliti di kampus pendidikan Keperawatan maupun Perawat komunitas yang bekerja door to door di masyarakat. Seluruh elemen kesehatan tidak mungkin steril dari profesi Perawat, karena para Perawat-lah yang memberikan asuhan Keperawatan pada individu sejak dari sebelum dilahirkan sehingga dikebumikan.
Perawat Indonesia ditengah keterbatasan yang dialami – diantaranya ketiadaan kepastian hukum sekelas undang-undang maupun badan pemerintah yang secara khusus ditugaskan untuk mengurusi profesi ini – prestasinya sehingga saat ini justru sangat menggembirakan. Selain mereka mampu bertugas dengan baik dan profesional di tanah air, statistik juga telah mencatat bahwa profesi Perawat merupakan penyumbang terbesar devisa bagi negara dari segi tenaga profesional yang bekerja di luar negeri. Perlu diketahui bahwa profesi Perawat adalah profesi yang paling banyak dikirimkan untuk bekerja di luar negeri sehingga hari ini, kuantitasnya jauh meninggalkan profesi lain dalam dunia kesehatan, seperti: Kedokteran, Farmasi, Kebidanan, dan lain-lain.
Berdasarkan data yang kami kumpulkan bersama rekan-rekan yang saat ini bekerja di luar negeri melalui sebuah group di Facebook, sehingga hari ini 3 Agustus 2012, kami telah berhasil mendata sebahagian kecil Perawat yang saat ini sedang bekerja di luar negeri. Para Perawat ini bekerja tersebar mulai dari Amerika Serikat, Australia, Belanda, Jepang, Timur Tengah dan Asia Tenggara. Jumlah yang tercatat saat ini adalah 1905 [seribu sembilan ratus lima] orang dengan perincian sebagai berikut:
  • Amerika Serikat: 2 orang [data sementara]
  • Australia: 100 orang
  • Belanda: 1 orang [data sementara]
  • Jepang: 892 orang
  • Qatar: 70 orang
  • UAE: 57 orang
  • Kuwait: 747 orang
  • Malaysia: 17 orang
  • Singapura: 7 orang
  • Brunei Darussalam: 12 orang
Bisa kita bayangkan bahwa sebuah profesi yang kurang diperhatikan oleh pemerintah bisa menggurita di dunia kerja internasional seperti ini – apalagi – bila suatu saat nanti profesi Perawat Indonesia telah memiliki Undang-Undang Keperawatan sendiri dan Nursing Board sendiri, tentunya akan semakin mengglobal lagi eksistensi Perawat Indonesia yang bekerja di luar negeri tersebut.
Dan – suatu saat nanti – tidak mustahil dan sangat dimungkinkan sekali bahwa Perawat Indonesia akan segera dapat mengejar ketertinggalan kuantitas dan kualitasnya terhadap Perawat Filiphina dan Perawat India yang terlebih dahulu telah eksis di dunia kerja Keperawatan di mancanegara.
Maju terus profesi Perawat di Indonesia!

Gambaran Perawat dalam Perfilman di Indonesia

 

 Semuanya bermula di tahun 2007, sejak itu makna kata Suster pun mengalami perubahan yang drastis. Bahkan sampai jauh menyimpang dari makna yang dikandung sebelumnya.

Kita telah mengenal berbagai makna dari kata Suster. Pada awalnya Suster bermakna ‘wanita yang menjadi anggota perkumpulan kerohanian yang hidup di dalam biara’, sebutan ini biasa disematkan kepada biarawati penganut agama Katolik yang membaktikan hidupnya untuk agama yang dianut. Suster kategori ini biasanya tidak menikah sepanjang hidupnya karena alasan agama.
Ada pula yang mengartikan Suster sebagai pengasuh bayi (baby-sitter) yang biasa diperbantukan pada keluarga orang-orang yang berpunya di kota-kota besar di Indonesia. Pada umumnya usianya belasan tahun, jenis kelaminnya perempuan dan berbaju putih-putih ala Perawat.
Makna terakhir dari Suster ini adalah seseorang (wanita) yang mengemban profesi sebagai Perawat, yang telah lulus dari berbagai level pendidikan Keperawatan dan bekerja diberbagai fasilitas kesehatan yang ada di Indonesia. Panggilan Suster ini adalah warisan pemerintah kolonial Belanda disaat penjajahan dahulu. Kata Suster ini berasal dari bahasa Inggris Sister yang kemudian disarikan kedalam bahasa Belanda menjadi Zuster dan akhirnya dialihbahasakan kedalam bahasa Indonesia menjadi Suster. Pasca kemerdekaan Republik Indonesia, kata Suster pun melekat pada profesi Perawat sehingga sekarang.
Dari ketiga makna yang saya rangkumkan diatas, saya berkesimpulan bahwa masyarakat Indonesia lebih familiar untuk menggunakan kata Suster ini untuk menyapa para Perawat perempuan yang mereka jumpai di berbagai rumah sakit maupun klinik yang tersebar di tanah air. Sehingga apabila anda membaca kata Suster dalam artikel ini, yang saya maksudkan adalah profesi Perawat.
Sebagaimana saya sebutkan diatas, perubahan makna dari kata Suster ini memang bermula sejak tahun 2007, berikut saya coba uraikan kepada anda bagaimana proses perubahan tersebut terjadi.
Berdasarkan catatan yang saya miliki, pada tahun 2007 telah diproduksi sebuah film berjudul Suster Ngesot. Sebuah film hasil garapan rumah produksi MD Pictures yang diproduseri oleh Dhamoo Punjabi dan Manoj Punjabi. Film ini skenarionya ditulis oleh Aviv Elham dan disutradarai oleh Arie Azis. Sederet artis terkenal pun membintangi produksi film ini, diantaranya: Nia Ramadhani, Mike Lewis, Donita, Lia Warde, Jajang C. Noer, Arswendy Nasution dan Mastur. Film ini bercerita tentang seorang Perawat yang dibunuh oleh kekasihnya yang berprofesi sebagai Dokter yang ketahuan berselingkuh, kemudian mayatnya ditanam di dinding asrama tua di sebuah rumah sakit, akhirnya Perawat itu mengantui seisi rumah sakit dan kemudian disebut sebagai Suster Ngesot.
Kemudian pada bulan Maret 2009 dirilis lanjutan film tersebut, kali ini berjudul Kutukan Suster Ngesot. Film ini dihasilkan oleh rumah produksi Imagine Pictures dengan produser Jamal Hasan, sedangkan skenario dan sutradara film ini dilakukan oleh David Purnomo. Artis yang bermain dalam film ini, anatar lain: Randy Pangalila, Fanny Ghassani, Beauty Lupita, Seno Setyawan, Celine Evangelista dan Allya Rossa. Film berkisah tentang sekawanan pemuda-pemudi yang terjebak di sebuah rumah sakit yang dihuni oleh Perawat yang menyeramkan, Perawat ini mati akibat diamuk massa karena difitnah oleh seorang Dokter sebagai pelaksana pembunuhan terhadap para pasien yang kronis. Perawat yang menyeramkan itu karena kakinya dicederai oleh amuk masyarakat akhirnya dikenal sebagai Suster Ngesot.
Kemudian di bulan Desember 2009 dirilis pula film dengan tema serupa, yaitu Suster Keramas. Film ini dihasilkan oleh rumah produksi Maxima Pictures, diproduseri oleh Ody Mulya Hidayat, sedangkan penulis skenario-nya adalah Abbe Ac dan disutradari oleh Helfi Kardit. Film ini terbilang lebih berani daripada film bertemakan Perawat sebelumnya, karena selain dibintangi oleh artis Indonesia juga dibintangi oleh artis import dari Jepang yang juga dikenal sebagai bintang film porno Rin Sakuragi. Adapun artis yang bermain dalam film ini diantaranya: Herfiza Novianti, Rizky Mocil, Zidni Adam dan Shinta Bachir. Cerita film ini berkisah tentang seorang wisatawan dari Jepang yang mencari saudaranya yang berprofesi sebagai Perawat di Indonesia, ternyata saudaranya tersebut mati karena diamuk massa akibat perbuatan tidak senonoh disebuah villa, akhirnya Perawat tadi menghantui villa tersebut. Mungkin dipanggil sebagai Suster Keramas karena selepas berbuat tidak senonoh tersebut sang Perawat tidak sempat mandi keramas namun keburu mati akibat dihakimi oleh massa.
Selanjutnya di bulan April 2011 film Suster Keramas 2 dirilis di bioskop-bioskop tanah air. Film ini masih dihasilkan oleh rumah produksi Maxima Pictures dan produsernya pun masih Ody Mulya Hidayat. Penulis skenario tetap oleh Abbe Ac, namun sutradara diganti oleh Findo Purnomo HW. Film ini juga menghadirkan bintang film porno dari Jepang, yaitu Sola Aoi. Adapun artis Indonesia yang bermain dalam film ini adalah: Ricky Harun, Zidni Adam, Marcell Darwis, Violenzia Jeanetta dan Eva Asmara. Film ini berkisah tentang sekelompok pemuda yang mengalami kecelakaan dan berobat ke sebuah rumah sakit, namun dihantui oleh sosok Perawat yang menyeramkan.
Dan, tidak lama lagi, tepatnya tanggal 11 Oktober 2012 yang akan datang, akan dirilis kembali sebuah film bertemakan Perawat yang kehadirannya akan membawa kesan tersendiri bagi dunia Keperawatan di tanah air. Film ini berjudul Bangkitnya Suster Gepeng. Film dihasilkan oleh rumah produksi K2K Production, diproduseri oleh KK Dheeraj, dengan sutradara-nya adalah Nuri Dahlia.  Film ini dibintangi oleh Aelka Mariska, Ozy Syahputra, Baby Margareth, Jenny Cortez, Roro Fitria, Andreano Philip dan Shiddiq Kamidi. Film ini berkisah tentang serdadu Jepang yang mencintai Perawat Indonesia, namun karena gerakan kemerdekaan akhirnya Perawat Indonesia tersebut mati akibat terjepit di dalam lift tanpa mampu diselamatkan oleh kekasihnya yang serdadu Jepang tersebut. Akhirnya Perawat tersebut – yang keadaannya gepeng terjepit lift – menuntut balas agar pengorbanannya diakui oleh khalayak.
Kiranya dengan membaca sinopsis mengenai film-film diatas, kita mendapat gambaran bahwa seorang Perawat senantiasa digambarkan sebagai individu yang memiliki profil sebagai tukang selingkuh, sering berbuat tidak senonoh, seksi seperti bintang film pornosering bertindak bengis terhadap pasien dan orang lain serta memiliki wujud yang menyeramkan. Adapun selingkuhan Perawat dalam film-film diatas digambarkan sebagai seseorang yang berprofesi Dokter maupun orang asing yang sedang berada di Indonesia (serdadu Jepang).
Gambaran yang ditampilkan oleh kalangan perfilman Indonesia terhadap profesi tentu saja telah mempengaruhi perspektif dikalangan masyarakat yang ada di Indonesia, bahkan beberapa negara yang kebetulan memutar film-film tersebut. Sehingga tidak aneh apabila kita kerap mendengar guyonan disekitar kita tentang Suster Ngesot yang ditujukan kepada para Perawat, begitu juga diberbagai media – elektronik, cetak, maupun jejaring sosial – pembicaraan mengenai seorang Perawat yang memiliki gambaran yang negatif tidak luput untuk dibicarakan.
Lalu, apabila ada orang-orang yang mengabdikan dirinya dengan tulus, ikhlas dan profesional di dunia Keperawatan di tanah air, kemudian merasa tidak rela dan berniat untuk menggugat kalangan perfilman Indonesia atas perbuatan mereka yang telah menghitamkan profesi Perawat di tanah air apakah tidak layak?
Apakah kami sebagai seorang Perawat yang telah belajar bertahun-tahun untuk menjadi seseorang yang berintegritas dalam profesi, tidak layak untuk mengajukan protes?
Tolong dijawab wahai pelaku sinematografi. Tolong berikan kami alasan yang membolehkan anda leluasa untuk menghitamkan profesi yang kami anggap terbaik ini.